Jangan Berbuka Shaum (Puasa) Dengan Yang Manis!!!

Sebentar lagi Ramadhan. Di bulan shaum itu, sering kita dengar kalimat ‘Berbuka shaumlah dengan makanan atau minuman yang manis,’ katanya. Konon,itu dicontohkan Rasulullah saw. Benarkah demikian?

Dari Anas bin Malik ia berkata : “Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud). Nabi Muhammad Saw berkata : “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka shaum dengan air.

Samakah kurma dengan ‘yang manis-manis’ ? Tidak. Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate). Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis yang biasa kita konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana (simple carbohydrate).

Dari mana asalnya sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak jelas.

Malah berkembang jadi waham umum di masyarakat, seakan-akan berbuka shaum dengan makanan atau minuman yang manis adalah ‘sunnah Nabi’. Sebenarnya tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka shaum dengan makanan manis-manis yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka shaum ‘disunnahkan’ minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan saya, Rasulullah mencontohkan buka shaum dengan kurma atau air putih, bukan yang manis-manis. Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis. Kurma segar merupakan buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak menggemukkan (data di sini dan di sini). Tapi kurma yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan Ramadhan sudah berupa ‘manisan kurma’, bukan lagi kurma segar. Manisan kurma ini justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita menemukan kurma impor yang masih asli dan belum berupa manisan. Kalaupun ada, sangat mungkin harganya menjadi sangat mahal.

Kenapa berbuka shaum dengan yang manis justru merusak kesehatan? Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen, perlu diproses sehingga makan waktu. Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya pelan-pelan.

Mari kita bicara ‘indeks glikemik’ (glycemic index/GI) saja. Glycemic Index (GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respons insulin.

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa? Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak. Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari mereka. Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) sehingga respon insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi Allah ‘ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila berbuka puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan pernah makan yang manis-manis karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban beliau. Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia adalah ‘manisan kurma’, bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.

Kenapa nasi? Lah, nasi adalah karbohidrat kompleks. Perlu waktu untuk diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi maka kecenderungan tubuh untuk menabung lemak juga rendah. Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan shaum yang justru lemaknya bertambah di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang, bokong, paha, belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena langsung membanjiri tubuh dengan insulin, melalui makan yang manis-manis, sehingga tubuh menimbun lemak, padahal otot sedang mengecil karena puasa.

Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat seperti ‘buah pir’, penuh lemak di daerah pinggang. Karena paham umum masyarakat yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah ‘sunnah’, maka shaum bukannya malah menyehatkan kita.

Banyak orang di bulan shaum justru menjadi lemas, mengantuk, atau justru tambah gemuk karena kebanyakan gula. Karena salah memahami hadits di atas, maka efeknya ‘rajin shaum= rajin berbuka dengan gula.’

Oke, kembali ke topik. Nah, saya kira, “berbukalah dengan yang manis-manis” itu adalah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka di atas. Karena kurma rasanya manis maka muncul anggapan bahwa (disunahkan) berbuka harus dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka shaum yang keliru di tengah masyarakat.

Yang jelas, ‘berbukalah dengan yang manis’ itu disosialisasikan oleh slogan advertising banyak sekali perusahaan makanan di bulan suci Ramadhan. Namun demikian, sekiranya ada di antara para sahabat yang menemukan hadits yang jelas bahwa Rasulullah memang memerintahkan berbuka dengan yang manis-manis, mohon ditulis di komentar di bawah, ya. Saya, mungkin juga para sahabat yang lain, ingin sekali tahu.

Semoga tidak termakan waham umum ‘berbukalah dengan yang manis’. Atau lebih baik lagi, jangan mudah termakan waham umum tentang agama. Periksa dulu kebenarannya.Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah: “Makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang.” Juga, isi sepertiga perut dengan makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya biarkan kosong. “Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar barulah makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang,” kata Rasulullah.

“Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma’di Kasib). Semoga bermanfaat..

Wassalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Herry Mardian, Yayasan Paramartha (juga menggemari body building).

Status: Tidak Benar
Hingga saat ini belum diketahui dengan jelas asal usul penulis artikel beserta yayasannya yang tertera di akhir tulisan. Berbagai sanggahan terhadap artikel ini telah banyak dilontarkan, diantaranya di situs: myquran.org Pendapat dari aisyah_fitri: Kok agak beda dengan yang saya ketahui selama ini yah? setau saya, ketika seseorag berpuasa, kadar glukosa dlm tubuhnya menurun drastis, itu sebabnya org puasa sering merasa lemas & tak bertenaga. karenanya dianjurkan untuk berbuka dengan makanan yang mengandung karbohidrat sederhana, mis. gula golongan monosakarida untuk mengembalikan kadar glukosa darah ke posisi semula. ini juga salah satu alasan, tidak dianjurkannya seseorang yang berpuasa untuk berbuka dengan langsung menyantap nasi, karena nasi adalah karbohidrat kompleks (polisakarida), yang penyerapannya dalam tubuh musti dipecah-pecah menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana (disakarida – monosakarida) agar bisa diserap dengan mudah. Nah, permasalahannya sekarang, benarkah kurma mengandung karbohidrat kompleks? Tadi saya browsing, di situs halal guide milik LPPOM MUI, justru disebutkan bahwa kurma adalah karbohidrat sederhana (monosakarida) yang mudah diserap oleh tubuh, dan ini adalah alasan mengapa Rasulullah menganjurkan berbuka puasa dengan kurma terlebih dahulu.
Kutipan dari Republika Menurut ahli gizi IPB, Dr Hardinsyah MS (Direktur Klinik Konsultasi Gizi dan Klub Diet IPB), makan buah kurma ketika berbuka, bermanfaat untuk pemulihan energi tubuh setelah seharian berpuasa. Ini karena dalam kurma terkandung fruktosa dan glukosa sejenis karbohidrat sederhana yang tinggi. Fruktosa dan glukosa ini merupakan energi siap pakai (instant) bagi tubuh. Artinya, dalam beberapa menit setelah makan kurma, tubuh akan segera memperoleh energi dari fruktosa dan glukosa yang dikandungnya.
Kutipan dari halal guide. Kandungan gula kurma sebagian besar merupakan gula-gula monosakarida, sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Gula-gula itu antara lain berupa glukosa dan fruktosa. Penyerapan gula kurma di dalam tubuh juga cukup cepat, sekitar 45-60 menit, bila dibandingkan daya absorpsi pati pada nasi yang memerlukan waktu berjam-jam. ltulah sebabnya kurma merupakan makanan yang sangat baik untuk berbuka puasa karena dapat menyuplai asupan energi secara cepat. 

Kutipan dari metrotvnews.com DR. Lindarsih Notowidjojo (RS Siloam Gleneagles Karawaci) mengatakan: dalam satu buah kurma, terkandung banyak zat yang memiliki khasiat, antara lain glukosa, mudah diserap tubuh dan memberikan tenaga setelah berbuka puasa.

Artikel di Detik Surabaya yang membahas tentang kurma dan manfaatnya. Selain nilai energi dan vitamin yang sangat tinggi, kandungan gula kurma sebagian besar merupakan gula-gula monosakarida, sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Gula-gula itu antara lain berupa glukosa dan fruktosa. “Bahkan mampu meningkatkan kebasahan lambung yang terlalu asam setelah 13-14 jam tidak memperoleh makanan dan minuman.” “Bila dibandingkan dengan nasi yang penyerapan dalam tubuh membutuhkan waktu berjam-jam, penyerapan gula kurma di dalam tubuh cukup cepat. Yakni, sekitar 45-60 menit. Itu sebabnya kurma merupakan makanan yang sangat baik untuk berbuka puasa karena dapat menyuplai asupan energi secara cepat,” Dalam kurma juga terdapat asam salisilat yang biasanya digunakan sebagai bahan baku aspirin. Asam salisilat bersifat mencegah pembekuan darah, antiinflamasi (radang), dan menghilangkan rasa ngilu maupun nyeri.

Selain itu, kurma dapat mengendalikan hipertensi dengan mengatur kadar prostaglandin yang turut berperan dalam proses tekanan darah. Namun, penderita diabetes melitus tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi kurma. Kandungan gula monoskarida yang cukup tinggi dapat meningkatkan kadar gula darah secara cepat. Dalam jangka panjang, konsumsi makanan yang mengandung salisilat tinggi seperti kurma diharapkan memberikan fungsi yang kurang lebih sama dengan aspirin terhadap pencegahan stroke dan serangan jantung. Kurma juga mengandung asam nikotinat dan hormon potuchsin. Hormon tersebut berperan untuk mencegah perdarahan rahim melalui efek penciutan pembuluh darah. Kurma mempunyai manfaat lain, yaitu mengurangi ketegangan mental, histeria, dan insomnia.

SUMBER Menurut Ardhi dari situs yang sama: Mari kita bicara ‘indeks glikemik’ (glycemic index/GI) saja. Glycemic Index (GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respons insulin. Menurut saya tidak ada masalah jika respons insulin tersebut semakin cepat, akan tetapi menurut saya… kita kekurangan energi pada saat berpuasa, sehingga pada saat berbuka, gula sederhana tsb langsung diuraikan menjadi CO2 dan H20 + energi. Memang menurut penelitian, jika kita mengkonsumsi makanan ber-GI tinggi, akan menyebabkan respons insulin menjadi tidak sensitif dan mungkin akan terlampat merespon kadar gula darah. Akan tetapi mengukur diet dengan menggunakan GI sangat tidak akurat. Karena GI hanya menjelaskan kadar laju glukosa hanya pada makanan tertentu saja dan hanya jika makanan tsb dimakan scr terpisah. Yang jelas… gula tsb sangat penting, tapi juga harus diperhatikan bahwa kita tidak boleh berbuka dengan yang berlemak dulu… seperti lemak dan susu. Boleh saja kita makan kolak dan minum susu tapi HCL dalam lambung tsb harus disekresikan lebih dulu dengan nasi, jadi makan nasi dulu baru minum susu. Jika kita langsung meminum susu… dikhawatirkan sekresi HCL pada lambung akan berlebihan.

Dari situs lain  Baru-baru ini ada tulisan yang disebarkan berkenaan berbuka puasa dengan yang manis-manis. Tulisan itu mengatakan bahwa tidak baik berbuka puasa dengan yang manis-manis karena gula yang kita gunakan merupakan bentuk karbohidrat sederhana. Sedangkan gula pada kurma yang biasa dikonsumsi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam ketika berbuka merupakan bentuk karbohidrat kompleks. Terus terang ada keraguan menerimanya karena kurma yang saya coba selalu manis sejak di Indonesia sampai di Arab Saudi, baik dalam bentuk ruthab atau tamr. Paling kalau ruthab ada sepet-sepetnya sedikit. Juga dalam artikel itu ada penukilan riwayat “Makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang” yang seingat saya lemah (tapi bukan berarti lantas boleh makan berlebihan lho). Sebagian teman juga menerangkan bahwa ada kekeliruan dalam komposisi gula kurma yang disebutkan artikel itu. Sumber yang saya rasa cukup dapat dipercaya adalah dari FAO. Dari bibliorafinya dapat kita lihat bahwa dokumen itu bersumberkan dari banyak penelitian-penelitian di Timur Tengah. Juga yang dibahas adalah kurma segar dalam berbagai fasenya. Kita fokuskan pada fase ruthab dan tamr yang dikonsumsi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.

Lihat bagian artikel terkait di FAO. Terutama grafik berikut ini. Fokuskan perhatian pada grafik perubahan komposisi. Total proporsi gula pada kurma memuncak pada fase ruthab, sedangkan secara bobot berpuncak di fase tamr. Sukrosa menurun karena berubah ke bentuk glukosa dan fruktosa dan ketiga bentuk itu adalah karbohidrat sederhana. Tentunya di sini bukan berarti lantas kita berlebih-lebihan dalam memakan yang manis-manis. Ingatlah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam mencukupkan diri beliau dengan tiga butir kurma dan air.

Redaksi,

February 9, 2008, 12:14 am